Laman

Jumat, 03 Juli 2009

GLOBALISASI EKONOMI VS LINGKUNGAN

Fenomena globalisasi memang memberikan dampak terhadap pembangunan ekonomi negara-negara di dunia. Negara-negara semakin dapat bebas dalam melakukan kerja sama dalam membangunan ekonomi kearah yang lebih baik dan juga semakin mudahnya negara-negara memperoleh aliran modal dari negara-negara lain, sehingga membantu negara tersebut dalam mengembangkan pilar ekonominya. Membumingnya globalisasi tidak lepas dari peran institusi di dalamnya dalam mempromosikan keuntungan dari globalisasi itu sendiri bagi negara-negara yang menerima keberadaan globalisasi. Institusi itu tidak lain adalah IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank) dan WTO (World Trade Organization), atau biasa dikenal dengan Washington Consesus, dengan membawa program mengenai perdagangan internasional, investasi asing langsung dan aliran pasar modal.

Dengan globalisasi dapat memberikan manfaat terhadap negara-negara untuk membuka diri dalam melakukan kerja sama serta meminta bantuan terhadap negara-negara lain, dan tidak hanya itu negara dapat memperoleh pendapatan neraca pembayaran melalui perdagangan internasional dengan negara lain. Dampak itu pun dirasakan oleh negara-negara berkembang, seperti Indonesia, menurut data dari ADB (Asian Development Bank, 2008), neraca transaksi berjalan Indonesia terus mengalami surplus, mulai dari tahun 1998 yang mengalami surplus sebesar 4,1 miliar dolar AS hingga mendapatkan surplus sebesar 11 miliar dolar AS pada tahun 2007. Dengan negara japan sebagai negara penerima ekspor terbesar Indonesia disusul oleh China dan Singapora, ketiga negara tersebut memang memiliki hubungan yang baik dengan negara Indonesia.

Selain perdagangan internasional, Indonesia juga memperoleh keuntungan dari semakin bebasnya aliran investasi dan modal dari negara-negara lain. Hal ini memang didukung oleh regulasi dari pemerintah Indonesia, yaitu Undang-undang penanaman modal, sehingga memudahkan masuknya aliran modal. Adanya investasi dari luar negeri memudahkan pemerintah dalam membangun fasilitas penting yang dapat menunjang dalam pembangunan ekonomi, seperti Infrastruktur dan fasilitas penting lainnya. Dengan membaiknya fasilitas pentingnya tersebut dapat mendorong efisiensi dan efektivitas aktivitas ekonomi sehingga pada akhirnya akan membangun ekonomi yang kuat.

Dengan terbukanya Indonesia terhadap investasi modal juga mempermudah bagi negara-negara lain untuk ikut serta dalam usaha kepemilikan saham terhadap perusahaan milik negara maupun membuka perusahaan baru atau bisa juga anak perusahaan MNC (Multinational Corporate) yang akan melebarkan sayapnya di Indonesia. Perusahaan MNC itu antara lain, Newmont, Petronas, Honda, Freeport, dan masih banyak lagi. Semakin banyaknya perusahaan dengan kepemilikan dua bendara di Indonesia, memang memberikan dampak yang positif bagi Indonesia, karena akan banyak menyerap tenaga kerja sehingga menurunkan angka pengangguran dan juga pemerintah mendapat pemasukan pendapatan melalui proporsi pajak dari perusahaan tersebut.

Dibalik cerita yang baik tersebut, sebetulnya tersimpan cerita buruk mengenai akibat dari pembangunan ekonomi yang tanpa batas tersebut. Terjadinya degradasi lingkungan merupakan cerita buruk yang harus diperhatikan, akibat dari perilaku aktivitas ekonomi. Hal ini karena setiap melakukan aktivitas ekonomi baik itu produksi maupun konsumsi tidak terlepas dalam memberikan pengaruh kepada lingkungan sekitar. Lingkungan (alam) merupakan aset yang sangat berharga dalam kehidupan manusia, selain sebagai sumber kehidupan (oksigen) dapat juga sebagai kontrol dalam aktivitas manusia, sebagai contoh, ketika manusia akan akan bercocok tanam atau menangkap ikan di laut maka mereka akan berpatokan dengan lingkungan (alam) dalam hal ini cuaca dan musim. Begitu pengaruhnya alam bagi manusia, seharusnya disadari oleh setiap manusia untuk menjaga dan merawat alam.

Masalah lingkungan akibat aktivitas ekonomi memang telah lama menjadi persoalan, mulai dari tahun 1990-an yaitu, dengan disahkannya Clean Air Act di tahun 1990, yang mengatur mengenai tata pengelolaan udara, namun menjadi cerita tersebut menajdi masa lalu ketika tahun 1994 sampai tahun 1998 dunia dilanda krisis. Isu lingkungan menjadi hangat kembali ketika pada tahun 2000-an diberitakan bahwa lapisan ozon mengalami kebocoran dan pemanasan global akibat dari efek rumah kaca dan pembakaran CO2, sehingga bumi tidak layak untuk ditinggali lagi oleh manusia. Isu lingkungan kembali membuming ketika adanya pertemuan Climate Change di Bali pada tahun 2008, mengenai semakin mendesaknya degredasi lingkungan bagi kehidupan manusia.

Keterkaitan yang sangat erat antara aktivitas ekonomi terhadap permasalahan lingkungan, ini dapat terlihat dari sektor penyumbang polusi di Indonesia. Untuk polusi udara penyumbang terbesar adalah sektor transportasi sebesar 80 persen, polusi udara di Indonesia memiliki cerita yang buruk karena Indonesia menjadi tiga besar dalam menyumbang polusi udara (Bali Post, Agustus 2007). Sektor Industri kimia dan rumah tangga menjadi penyumbang polusi air, sedangkan sektor Industri pertambangan menjadi sektor penyumbang kerusakan tanah.

Dampak yang negatif terhadap lingkungan seharusnya dapat diantisipasi pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dengan penerbitan regulasi mengenai lingkungan. Contohnya, AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002) yang mengatur mengenai perencanaan pembangunan wilayah yang berwawasan lingkungan hidup dan juga memberi informasi kepada masyarakat mengenai dampak dari perencanaan usaha. Namun, pelanggaran sering terjadi dan biasanya terjadi terhadap penyertaan laporan mengenai pengelolaan limbah yang dimanupulasi (Walhi, 2008).

Pemerintah juga telah memberikan wewenang kepada perusahaan untuk lebih memperhatikan lingkungan sekitar, yaitu melalui pemberian program CSR (Corporate Sosial Responsibility) yang mewajibkan membagi hasil pendapatan untuk digunakan dalam pembangunan daerah sekitar agar dapat lebih baik. Pembagian penggunaan aliran dana CSR yang sebagian besar berupa pembangunan fisik, yaitu pemberian beasiswa pendidikan kepada warga sekitar, serta pembangunan fasilitas umum kepada warga, di sisi lain ini tidak diimbangi dengan perawatan maupun recovery kepada lingkungan (alam) akibat proses produksi perusahaan. Walhi menyebutkan bahwa sungai di daerah sekitar penambangan PT. Freeport telah mengalami kerusakan yang sangat parah dengan kerugian sekitar Rp 67,5 Triliun dan perlu waktu bertahun-tahun untuk mengembalikan biota sungai tersebut. (Walhi, 2007).

Selain itu, pemberian pajak kepada perusahaan sudah dilaksanakan untuk dapat mengganti kerusakan yang ditimbulkan. Pajak itu berupa pajak lingkungan yang diharapkan dapat memberi efek kepada perusahaan untuk dapat menanggulangi kerusakaan lingkungan. Pemerintah juga akan memberikan insentif kepada perusahaan yang mampu meminimalisasikan kerusakan pada lingkungan. Kesadaran mengenai penanggulangan lingkungan dapat terlihat adanya audit mengenai dampak lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan juga mengenai laporan audit penggunaan CSR. Dengan begitu, permasalahan terjadinya penyelewengan oleh perusahaan terhadap kewajiban lingkungan dapat diminimalkan.

Mengenai masalah kerusakan lingkungan memang masalah yang sangat urgen karena merupakan tanggung jawab tidak hanya produsen selaku produksi barang maupun jasa tetapi juga konsumen selaku pengguna barang dan jasa. Untuk perlu adanya kesadaran seluruh manusia untuk menjaga lingkungan untuk masa depan atau dengan memulai dari hal-hal yang terkecil, seperti membuang sampah pada tempatnya, ataupun mendaurulang sampah menjadi barang komersial dan juga dengan melakukan semboyan ”One Man One Tree” untuk menghijaukan kembali bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar