Laman

Rabu, 15 April 2009

Pembentukan Mental Entrepreneur Farmer Di Kalangan Petani Dalam Upaya Menciptakan Ketahanan Pangan Bangsa

Abstrak

Permasalahan pokok yang dihadapi dalam bidang ketahanan pangan adalah bagaimana mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan sumber daya alam yang sangat terbatas jumlahnya dan pengelolaan sumber daya manusia yang berkualitas, hal ini erat kaitannya dengan bidang pertanian. Dalam perkembangannya petani juga memerlukan jiwa entrepreneur yang tangguh guna mewujudkan ketahanan pangan tersebut. Di sisi lain, fenomena yang terjadi di kalangan petani adalah rendahnya kemampuan manajemen agribisnis yang rendah sehingga petani tidak mampu menghadapi tantangan-tantangan yang muncul dalam proses produksi. Untuk itu pembentukan mental entrepreneur farmer diperlukan di kalangan petani dalam usaha untuk dapat tetap eksis menghadapi tantangan dalam memproduksi pangan maupun ke sistem pemasarannya

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menekankan pada penyajian data, menganalisis dan menginterpretasikan data. Sedangkan jenis-jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data berupa teknik survey dan teknik kepustakaan.

Dalam mewujudkan Indonesia yang berketahanan pangan, petani yang yang memiliki jiwa entrepreneur farmer yang tinggi serta memiliki kemampuan manajemen agribisnis yang kuat adalah modal utama untuk mewujudkan ketahanan pangan itu sendiri. Selain perombakan mental petani, harus didukung juga oleh kebijakan-kebijakan pemerintah pusat melalui pemberian penyuluhan dan pelatihan yang intensif. Penerapan mental entrepreneur farmer juga mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh petani sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Dengan demikian, pengembangan sektor pertanian yang optimal diharapkan mampu menciptakan Indonesia yang berketahanan pangan.

Keyword: entrepreneur farmer, ketahanan pangan, dan manajemen agribisnis.



Latar Belakang

Akhir-akhir ini harga berbagai kebutuhan bahan pokok terus bergerak naik. Bahkan ketahanan pangan kini juga mulai terancam. Masalah ketahanan pangan terkait erat dengan pengadaan pangan dan aksesabilitas masyarakat. Untuk mewujudkan ketahanan pangan yang berkesinambungan, diperlukan jaminan pasokan pangan. Masalah pengadaan pangan tak hanya terkait masalah produksi, tetapi juga mengenai harga bahan pangan.

Dalam penyediaan pangan dapat ditempuh melalui: 1. Produksi sendiri, dengan memanfaatkan dan alokasi sumberdaya alam, manajemen dan pengembangan sumberdaya manusia, serta aplikasi dan penguasaan teknologi yang optimal; dan 2. Impor dari negara lain, dengan menjaga perolehan devisa yang memadai dari sektor dan subsektor perekonomian untuk menjaga neraca keseimbangan perdagangan luar negeri. Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensi, meliputi mata rantai sistem pangan dan gizi; mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Secara khusus, ketahanan pangan sebenarnya hanya menyangkut tiga hal penting, yakni ketersediaan, akses, dan konsumsi pangan.

Tercapainya ketahanan pangan nasional tidak berarti tiadanya masalah dalam ketahanan pangan rumah tangga. Distribusi pangan yang tidak merata di tingkat regional atau rumah tangga dapat memunculkan masalah ketahanan pangan di level bawah. Istilah hunger paradox sering digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena mantapnya ketahanan pangan nasional yang dicerminkan pada ketersediaan kalori dan protein di atas angka kebutuhan gizi. Namun kelaparan atau kekurangan gizi masih terjadi di mana-mana.

Aspek ketersediaan pangan bergantung pada sumber daya alam, fisik, dan manusia. Pemilikan lahan yang ditunjang sistem dan sarana produksi yang mendukung disertai SDM (sumber daya manusia) serta kelembagaan yang baik akan menjamin ketersediaan pangan yang kontinyu. Akses pangan hanya dapat terjadi bila rumah tangga berpenghasilan cukup. Konsumsi pangan amat menentukan apakah seluruh anggota rumah tangga bisa mencapai derajat kesehatan optimal. Pangan bukan cuma beras, sedangkan ketahanan pangan bukan cuma meningkatkan produksi. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 pasal 1 ayat (17) menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlahnya maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.

Ketahanan pangan tidak hanya menyangkut aspek jumlah, tetapi juga mutu, keamanan, dan gizi pangan. Selain itu juga berkaitan dengan penegakan hukum seperti penerapan standardisasi dan pengawasan mutu pangan. Meskipun selama ini telah ada usaha memperbaiki pangan rakyat, tetapi penekanannya masih berat pada peningkatan produksi. Padahal, peningkatan produksi tidak menjamin peningkatan ketahanan pangan karena hal itu tidak menjamin aksesibilitas semua rumah tangga terhadap bahan pangan tersebut.

Peran petani begitu besar dalam memenuhi ketersediaan pangan. Untuk itu, diperlukan peran pemerintah dalam memberi bantuan seperti, 1. Memperbaiki infrastruktur 2. Pemberian pupuk yang terjangkau petani 3. Pemberian bibit ungul 4. Sistem pemasaran. Akan tetapi, petani selama ini dalam pendistribusian ke pasar mengalami kendala seperti, hasil penjualan tidak bisa menutup biaya produksi, hal ini dikarenakan adanya oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan panen raya, sebagai lumbung emas dalam mengambil keuntungan yang besar. Para oknum ini biasa dalam pemerintah disebut tengkulak ataupun ijon. Para oknum ini memegang peran dalam pemasaran dari para petani ke pasar, dalam prakteknya oknum ini membeli hasil pertanian dengan harga murah dari petani tetapi menjual dengan harga yang sedikit lebih tinggi ke pasar. Apabila ini terus terjadi, maka dalam jangka panjangnya, banyak para petani yang tidak akan mengeluti dunia pertanian, karena dirasa tidak menguntungkan dan yang paling membahayakan adalah terciptanya krisis pangan yang kompleks. Sehingga diharapkan dengan adanya upaya bersama antara pemerintah dan petani dapat menghidari hal tersebut.

Hal inilah yang mendasari optimisme kami untuk mengembangkan mental entrepreneur farmer sebagai agen pembangunan pertanian kita. Oleh karena itu dengan adanya mental entrepreneur farmer diharapkan dapat menciptakan ketahanan pangan bangsa yang berkelanjutan, sehingga petani tetap konsisten dalam penyediaan pangan bangsa ini.

Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa dalam membentuk mental Entrepreneur Farmer di kalangan petani sangat penting dalam menciptakan ketahanan pangan bangsa. Hal ini didukung oleh masih tingginya lahan Indonesia yang belum diusahakan untuk pertanian sekitar 9,2 juta Ha dan juga Indonesia memiliki potensi lahan kering yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian yang cukup luas, yakni 28,4 juta ha untuk tanaman semusim dan 50,2 juta ha untuk tanaman tahunan. Untuk itu, dalam pengelolaannya diperlukan manajemen agribisnis yang baik sehingga lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal.

Dalam penyelenggaraan fungsi manajemen agribisnis harus merefleksikan kompetensi yang kuat, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik terutama dalam hal, yaitu: 1. ketersediaan pangan di masyarakat, akan tetapi ketersediaan bukan hanya mengenai banyak jumlah yang diproduksi tetapi juga kemampuan rumah tangga untuk membeli pangan. 2. Distribusi pangan ke tingkat rumah tangga yang merata sehingga tidak terjadi kelangkaan pangan. 3. konsumsi pangan yang sehat dan seimbang. Apabila fungsi manajemen agribisnis yang baik akan dapat menciptakan ketahanan pangan bangsa yang berkelanjutan.

Namun dalam pelaksanaan menuju ketahanan pangan masih banyak terdapat permasalahan, antara lain: pertama, Pertambahan jumlah penduduk yang semakin serius menekan ketersediaan sumberdaya alam yang dapat dipergunakan untuk menyediakan pangan, yang memang sudah sangat terbatas. Kedua, Masalah kemiskinan menjadi salah satu masalah paling serius dikaitkan dengan ketahanan pangan. Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan hal yang berada pada “dua sisi dari uang logam yang sama”. Dan yang ketiga, terdapat gejala penyusutan jumlah unsur pendukung ketersediaan pangan akibat pertumbuhan dan jumlah permintaan yang sangat besar, sehingga penyusutan jumlah lebih banyak dari kemampuan reproduksi (Konversi lahan) sehingga perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah selaku pembuat kebijakan maupun pengawasan pangan maupun masyarakat, khususnya petani sebagai pelaku yang mengelola pertanian.

Pelaksanan agribisnis tidak lepas dari jiwa kewirausahaan petani yang berani melalui proses inovasi yang penuh resiko, sehingga dapat memperoleh nilai tambah yang dapat menciptakan kemakmuran petani dan juga bermanfaat untuk masyarakat. Dalam kegiatan agribisnis diharapkan tidak hanya menyediakan pangan untuk pemenuhan domestik dan ekspor saja tetapi menjamin ketahanan pangan nasional serta terbentuknya ketahanan pangan rumah tangga dan individu melalui penyediaan pangan yang cukup untuk setiap anggota masyarakat, tetapi juga lebih jauh diharapkan mampu menjadi penghasil devisa serta menekan impor/ menghemat devisa sehingga mampu memperbaiki neraca pembayaran yang semakin buruk.

Dengan adanya sinkronisasi yang baik antara petani yang beragribisnis dengan pemerintah melalui kebijakan dan pengawasannya, diharapkan mampu menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan, sehingga ketersediaan pangan mampu mencukupi kebutuhan nasional dan juga kelangkaan akan kebutuhan pangan akan dapat diatasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar