Laman

Rabu, 15 April 2009

IMPLEMENTASI INDUSTRIALISASI PERTANIAN PROVINSI GORONTALO TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI KHUSUSNYA PENUNTASAN KEMISKINAN

Kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat krusial yang dihadapi oleh seluruh negara, khususnya di Indonesia sendiri. Masalah kemiskinan sudah mendarah daging bagi upaya meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia. Kita perlu ingat bahwa pembangunan ekonomi sebuah negara pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kemakmuran masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, distribusi pendapatan yang merata dan juga penuntasan kemiskinan (Dudley seers, 1973 dalam Kuncoro, 2003). Untuk itu, negara harus dapat menjaga pertumbuhan dan perekonomiannya sehingga diharapkan kedepannya terjadi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Kestabilan ekonomi secara makro juga memiliki pengaruh yang besar terhadap pembangunan ekonomi khususnya dalam upaya pendistribusian pendapatan yang merata dan juga upaya meningkatkan investasi. Dalam buku “Jalan Menuju Stabilitas” karya Burhanuddin A, 2006. menjelaskan bahwa secara umum inflasi menyebabkan timbulnya sejumlah masalah biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat. pertama, inflasi menimbulkan dampak yang negatif pada upaya pendistribusian pendapatan masyarakat. Kedua, inflasi yang tinggi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, khususnya investasi. Ketiga, inflasi yang tinggi juga merupakan faktor yang signifikan menyebabkan ketidakstabilan perekonomian.

Sebelum kita membahas lebih mendetail mengenai kemiskinan, kita harus mengetahui lebih dahulu apa itu kemiskinan? kemiskinan dapat diindikasikan melalui kurangnya akses dalam mendapatkan makanan, pelayanan, keuangan, dan juga kesempatan maupun keadilan setiap orang (ADB dalam Bambang, 2007). Kemiskinan diklasifikasikan menjadi kemiskinan secara absolute, yaitu yang didasarkan pada jumlah pendapatan dan kebutuhan. Dan juga kemiskinan secara relative, yaitu kemiskinan yang timbul akibat seseorang maupun orang-orang yang memiliki pendapatan yang rendah bila dibandingkan dengan rata-rata pendapatan dalam masyarakat (Arsyad dalam Bambang, 2007).

Masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia masih sangat sesuai dengan apa yang telah dibahas oleh Harvey Leiberstein, yaitu mengenai Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty). Dalam lingkaran setan kemiskinan tersebut menjelaskan bahwa terdapat 4 fenomena yang terjadi di Indonesia yang akan dijelaskan dalam diagram dibawah ini.

Dari diagram dapat disimpulkan bahwa diawali dengan rendah pendidikan seseorang dapat menciptakan produktivitas yang rendah. Hal ini disebabkan karena rendahnya kualitas tenaga kerja, sehingga menyebabkan produktivitas terhadap kemampuan memproduksi barang menjadi ikut menurun. Dengan rendahnya produktivitas tersebut akan menyebabkan pendapatan yang diterima oleh seseorang akan ikut menurun, sehingga dalam jangka panjang seseorang tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan hidupnya. Akhirnya akan menciptakan kemiskinan di dalam masyarakat.

Kemiskinan di Indonesia justru banyak terdapat di pedesaan, hal ini dikarenakan rata-rata penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian dan juga sektor pertanian masih dianggap sektor yang kurang menguntungkan. Sebetulnya pembangunan di sektor pertanian sangat potensial karena dapat mengurangi pengangguran dan juga dalam usaha penuntasan kemiskinan. Secara empiris, pada tahun 1984 Indonesia pernah mengalami swasembada beras, yang pada waktu itu juga membuat meningkatnya penyerapan akan tenaga kerja sehingga pengangguran mengalami penurunan dan juga terjadi pemerataan dalam pendistribusi pendapatan serta pangan kepada seluruh masyarakat. Namun setelah itu, Indonesia tidak mampu mempertahankan swasembada berasnya hingga sekarang.

Untuk itu perlu adanya pembangunan pertanian yang berkelanjutan (sustainable) sehingga penyerapan tenaga kerja dan juga distribusi pendapatan terus berlanjut serta tidak lupa ketersedian pangan kepada seluruh masyrakat dapat tercukupi. Namun masih terpusatnya pembangunan pertanian di pulau jawa masih menjadi masalah karena minimnya ketersediaan lahan untuk pertanian, sehingga produktivitas pertanian menjadi menurun yang pada akhirnya membuat terjadinya degredasi lahan pertanian atau biasanya disebut konversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman. Hal ini yang membuat sulitnya pembangunan pertanian demi mengurangi penganguran dan juga dalam usaha penuntasan kemiskinan yang terus bertambah dari waktu ke waktu.

Namun hal itu dapat terobati oleh cerita kesuksesan Provinsi Gorontalo sebagai kota agropolitan dalam mengimplementasikan pembangunan pertaniannya melalui pengembangan industrialisasi pertanian. Provinsi Gorontalo berhasil meningkatkan pembangunan ekonominya melalui pembangunan pertanian khususnya komoditi hortikultural dan jagung sebagai komoditas unggulannya baik untuk dikonsumsi maupun sebagai komoditas ekspor. Hal ini juga merupakan hasil dari keberhasilan penerapan Undang-undang No. 32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah, yang intinya memberikan kebebasan Provinsi Gorontalo untuk mengelola sumber dayanya demi kemaslahatan rakyatnya.

Pengembangan industrialisasi pertanian di Provinsi Gorontola dapat tercermin dari meningkatnya penggunaan teknologi baik dalam proses produksi maupun dalam sistem pemasarannya sehingga hasil dari pertanian dapat laku di pasar. Selain itu juga dapat dilakukan dengan cara diversifikasi pada produk hasil pertaniannya, sehingga produknya dapat lebih diterima oleh seluruh masyarakat. Pengembangan industrialisasi pertanian juga tercermin dari meningkatnya kegiatan pertanian atau usaha agribisnis yang semakin berkembang, sehingga dengan meningkatnya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Provinsi Gorontalo dapat juga berguna sebagai penyokong bagi pembangunan daerah sekitarnya (Rural-Urban Development). Dengan adanya hubungan yang saling timbal balik dan saling keterkaitan diharapkan masalah distribusi pendapatan yang tidak merata dan juga kemiskinan dapat dituntaskan.

Dalam mengembangkan industrialisasi pertanian diperlukan juga adanya sinergisitas yang baik antara pemerintah dengan masyarakatnya, yaitu melalui kuatnya birokrasi dan juga regulasi sehingga segala kebijakan mengenai pembangunan pertanian dapat berjalan secara maksimal. Dengan kuatnya birokrasi dan regulasi diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif untuk usaha sehingga meningkatkan masuknya investor untuk mengembangkan investasinya ke sektor pertanian, selain itu juga partisipasi masyarakat juga mempunyai peran penting dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan pertanian, baik sebagai pemasok tenaga kerja maupun sebagai konsumen yang potensial.

Namun hal tersebut belum cukup tanpa adanya kebijakan untuk mengembangkan sumber daya manusia dan juga pembangunan infrastruktur. Pembangunan khususnya dalam mengembangkan sumber daya manusia sangat penting karena pembangunan ekonomi tanpa adanya manusia yang berkualitas bagaikan makan tanpa minum, untuk itu perlu adanya keseriusan dalam investasi dibidang pendidikan sehingga terciptanya manusia yang berkualitas bukan menjadi impian. Selain itu juga pembangunan infrastruktur juga menjadi sangat penting karena kondisi infrastruktur dapat mempengaruhi arus barang (goods Flow) maupun arus uang (Cash Flow). Dengan membaiknya infrastruktur diharapkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dapat berkembang lebih pesat lagi.

Kesuksesan pengembangan industrialisasi pertanian di Provinsi Gorontalo dapat tercermin dari beberapa indikator pembangunan ekonomi, antara lain:

a. Meningkatnya PAD (Pendapatan Asli Daerah)

Dengan adanya pengembangan industrialisasi pertanian yang komprehensif dapat meningkatkan pendapatan asli daerah Provinsi Gorontalo yang awalnya pada tahun 2001 hanya mendapat Rp. 7,7 Miliar, pada tahun 2004 langsung meningkat pesat menjadi Rp. 42,2 Miliar.

b. Meningkatnya Pertumbuhan Ekonomi

Kesuksesan yang diraih Provinsi Gorontalo dalam mengembangkan industrialisasi pertanian dapat juga terlihat dari makin meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang awalnya pada tahun 2001 hanya mencapai 6,38%, pada tahun 2005 meningkat menjadi 7,3%.

c. Meningkatnya Pendapatan Per Kapita

Pengembangan pertanian melalui industrialisasi juga mempengaruhi dalam peningkatkan pendistribusian pendapatan kepada masyarakat, hal ini dapat terlihat dari pendapatan perkapita masyarakat yang awalnya pada tahun 2002 hanya sebesar Rp. 2,4 juta, pada tahun 2005 meningkat pesat menjadi sebesar Rp 3,2 juta.

d. Penuntasan Kemiskinan

Hal yang luar biasa dari pengembangan industrialisasi pertanian adalah menurunnya jumlah KK yang miskin. Yang tercermin dari menurunnya jumlah KK yang miskin dari tahun 2001 yang sebesar 73 ribu KK, pada tahun 2005 menurun pesat menjadi 33.450 ribu KK.

Dapat disimpulkan bahwa pembangunan ekonomi melalui pengembangan industrialisasi sektor pertanian dapat mengenjot dalam meningkatkan kesejahteran masyarakat. Untuk itu perlu adanya kebijakan yang lebih baik lagi dan juga berkelanjutan, agar dapat terciptanya pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yang mandiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar